Apakah tubuh perempuan harus langsing, ramping dan singset untuk mencirikan feminitasnya?
Apakah perempuan "dewasa" berarti harus menggunakan lipstik, slop/sepatu berhak tinggi?
Anak perempuan dituntut menjadi pribadi yang sesuai dengan harapan masyarakat dan orang tuanya, yaitu menjadi perempuan yang penyanyang, patuh, lembut dan berpenampilan menarik bagi lawan jenisnya?
Semua ini tak terlepas dari seksisme, kapitalisme, dan lookism.. yang menilai seseorang berdasarkan penampilan mereka baik fisik maupun tingkah laku / sikap diri. Ini menyebabkan perempuan menjadi kritis terhadap tubuhnya sendiri dan depresi yang memunculkan perasaan tidak nyaman terhadap tubuhnya sendiri.
Disamping itu peranan media yang selalu menampilkan gambaran perempuan yang diinginkan... seperti tubuh kurus sangat kurus, berkaki panjang dan wajah cantik, maka tidak heran banyak perempuan yang dengan berbagai cara untuk bisa menjadi seperti perempuan-perempuan buatan media. Pada akhirnya membunuh kepribadian mereka dan mengikuti simbol-simbol itu. Mereka menyadari bahwa satu-satunya cara untuk dapat bertahan dan diakui oleh lingkungan atau memiliki kekuatan adalah dengan tubuh mereka, semua itu merupakan tuntutan maskulin yang menjadikan DUNIA TIDAK RAMAH PEREMPUAN.
Contoh Kasus:
Seringkali masyarakat/pengadilan menyalahkan korban dengan menyebutkan bahwa si korban "mengundang" kejadian itu sendiri. Misalnya: karena si korban pakai rok pendek dan jalan sendirian malam-malan dan lain-lain... yang jadi pertanyaan: kenapa kita masih harus menyalahkan korban? karena sudah saatnya laki-laki untuk menjaga nafsu dan ke-seksian kalian, karena siapapun memiliki hak untuk mendapatkan rasa aman dimanapun dan bagaimanapun keadaan mereka.
Kesimpulannya.. Disini kita bisa ngeliat, konstruksi sosial berperan penting dalam membentuk sikap perempuan sedemikian rupa, sehingga perempuan-perempuan berusaha untuk mendapat "citra baik" untuk tumbuh menjadi perempuan yang feminin, langsing, menikah dengan laki-laki, melahirkan, mengasuh anaknya, melayani suami sekaligus menjadi tumpuan anak-anak dan suaminya.. dan seandainya tidak ada lagi konstruksi sosial yang membebani perempuan dengan berbagai cara yang harus mereka tampilkan, siapkah kita menerima perempuan tidak feminin, tidak langsing, tidak cantik, tidak menikah atau memutuskan untuk tidak punya anak?
Apakah perempuan "dewasa" berarti harus menggunakan lipstik, slop/sepatu berhak tinggi?
Anak perempuan dituntut menjadi pribadi yang sesuai dengan harapan masyarakat dan orang tuanya, yaitu menjadi perempuan yang penyanyang, patuh, lembut dan berpenampilan menarik bagi lawan jenisnya?
Semua ini tak terlepas dari seksisme, kapitalisme, dan lookism.. yang menilai seseorang berdasarkan penampilan mereka baik fisik maupun tingkah laku / sikap diri. Ini menyebabkan perempuan menjadi kritis terhadap tubuhnya sendiri dan depresi yang memunculkan perasaan tidak nyaman terhadap tubuhnya sendiri.
Disamping itu peranan media yang selalu menampilkan gambaran perempuan yang diinginkan... seperti tubuh kurus sangat kurus, berkaki panjang dan wajah cantik, maka tidak heran banyak perempuan yang dengan berbagai cara untuk bisa menjadi seperti perempuan-perempuan buatan media. Pada akhirnya membunuh kepribadian mereka dan mengikuti simbol-simbol itu. Mereka menyadari bahwa satu-satunya cara untuk dapat bertahan dan diakui oleh lingkungan atau memiliki kekuatan adalah dengan tubuh mereka, semua itu merupakan tuntutan maskulin yang menjadikan DUNIA TIDAK RAMAH PEREMPUAN.
Contoh Kasus:
Seringkali masyarakat/pengadilan menyalahkan korban dengan menyebutkan bahwa si korban "mengundang" kejadian itu sendiri. Misalnya: karena si korban pakai rok pendek dan jalan sendirian malam-malan dan lain-lain... yang jadi pertanyaan: kenapa kita masih harus menyalahkan korban? karena sudah saatnya laki-laki untuk menjaga nafsu dan ke-seksian kalian, karena siapapun memiliki hak untuk mendapatkan rasa aman dimanapun dan bagaimanapun keadaan mereka.
Kesimpulannya.. Disini kita bisa ngeliat, konstruksi sosial berperan penting dalam membentuk sikap perempuan sedemikian rupa, sehingga perempuan-perempuan berusaha untuk mendapat "citra baik" untuk tumbuh menjadi perempuan yang feminin, langsing, menikah dengan laki-laki, melahirkan, mengasuh anaknya, melayani suami sekaligus menjadi tumpuan anak-anak dan suaminya.. dan seandainya tidak ada lagi konstruksi sosial yang membebani perempuan dengan berbagai cara yang harus mereka tampilkan, siapkah kita menerima perempuan tidak feminin, tidak langsing, tidak cantik, tidak menikah atau memutuskan untuk tidak punya anak?
***********************************
Thanks buat teman lama yang dulu sering berbagi cerita tentang hal-hal ini dan sekarang mengirimkan sebagian dari cerita itu ke email vy... Entah di dapat dari mana cerita ini but always like we say "JUST KEEP FIGHTING SISTHA"