Friday, February 01, 2008

Jeneponto dengan HijauNya

Pict 1:
Pict 2:

Betty! Dia Cantik!

01.34 PM. Thursday. 31012008
"Mace su lama trada kabar? Saya paling rindu sampe..
-Betty-"
recieved: 081344469***

01.37 PM. Thursday. 31012008
"Iiiii, Betty Papua ka ini? Aduh mace ko dapat sa pu nomor dari mana? Sa juga rindu ee.. Masih di Papua ka mace?"
sent: 081355864***

01.40 PM. Thursday. 31012008
"Iyo, cocok sudah, sa Betty Papua ini. Ko pu teman SD dulu. Sa dapat ko pu nomor dari teman-teman, kebetulan mereka ada jalan-jalan ke kota lalu kitorang ketemu. Jadi mereka kasih nomor. Iyo sa masih di Papua ini. Ko di makassar toh?"
recieved:081344469***

01.45 PM. Thursday. 31012008
"Puji tuhan Betty, tuhan maha besar sudah kitorang bisa sambung-sambung cerita lagi. Sa senang sekali. Cocok sudah, saya di makassar."
sent:081355864***

01.47 PM. Thursday. 31012008
"Iyo saudara. Saya ingat waktu kitong SD dulu. Muka hancur, su tra berbentuk. Trada rupa sudah. Sekarang su berubah pasti e.."
recieved:081344469***

01.49 PM. Thursday. 31012008
"Yooo mace, su tra kayak dulu lagi... haha. Ko juga tohh. "
sent:081355864***

01.52PM. Thursday. 31012008
"Iyoo tohh. Eh ko jaga diri baik-baik. Tuhan menyertai. Nanti sa telepon ko."
recieved:081344469***


Sms yang penuh dengan beribu kenangan luar biasa bersama sobat baik saya di Papua dulu. Hingga rasanya setiap ketikan kata yang ku tulis adalah kumpulan-kumpulan kenangan wujudnya dulu yang berusaha kusempurnakan sekarang. Wujud manusia cilik yang beberapa tahun lalu selalu kurindukan disetiap hari di sekolah kampungku. Wujud manusia cilik dengan mop-mop khas PAPUAnya, entah dari mana selalu dia dapatkan itu.

Bahagia tak terbendung mendapatkan pesan mu di telepon genggamku, ya telepon genggam yang di beberapa bagiannya sudah banyak goresan-goresan dan beberapa bagian pecah yang menandakan sudah sangat lama waktu hidupnya dan beberapa kali di perlakukan dengan semena-mena. Tetapi cukup menandakan bahwa aku telah berada pada jaman dimana televisipun bukan hitam putih lagi, lebih berwarna dan hidup.

Sungguh bahagia, bahagia bak aku telah menyelesaikan penyelaman luar biasa di lautan yang ditumbuhi dengan terumbu-terumbu karang yang berwarna-warni seperti pelangi dan ditemani dengan sejuta ikan-ikan cantik jenis Heniochus acuminatus, yang ditubuhnya mempunyai garis-garis hitam putih yang lebar dengan ekornya yang kuning atau dari jenis Zanchus cornutus yang sirip punggungnya panjang sekali dengan mulutnya monyong panjang kedepan (memang ada monyong kebelakang??!) dengan dasar putih-kuning dan ditimpa garis-garis hitam yang lebar. Melihat meraka bermain-main di terumbu karang, pancaran aura yang luar biasa. Pemandangan yang selalu kuumpamakan dengan surga kecil membuatku seperti di awang-awang...

Betty. Sobat kecil dulu, adalah anak pribumi PAPUA. Maafkan ku dengan setulus hatimu karena aku sungguh lupa Fam keluargamu. Tidak seperti kebanyakan anak Pribumi lainnya, kulitnya lebih putih. Cantik, itu selalu yang kugumamkan dalam hati setiap kali melihatnya. Setiap pagi, pada saat berangkat ke sekolah karena jarak rumahku lebih jauh di atas bukit, dia selalu setia menantiku di depan rumahnya, di waktu dan tempat yang sama, di rumah rumbia kecil tepat di depan rumahnya -yang biasa digunakan seluruh keluarganya berkumpul tuk sekedar santai- kecuali dia tidak masuk sekolah, kakak atau Ibunya menitipkan sepucuk surat untuk guru. Rambutnya tersisir kebelakang dengan ikatan kuncir kuda, rapih sekali. Atau kalau bosan dengan model rambut seperti kuda itu dia selalu mengepang kecil seluruh rambutnya, seperi cacing-cacing yang dia deretkan di atas kepalanya. Aku selalu berdecak kagum melihat teman-teman pribumiku dengan model rambut seperti ini, haaaa berapa lama dia kerjakan untuk mendapatkan model seperti ini.

Postur tubuhnya jauh lebih besar dari pada aku waktu, beberapa kali ketika pulang sekolah, ketika aku tak sanggup dan nafas tersengal-sengal dengan tulusnya ia menawarkan punggungnya untuk kutunggangi pulang. Rasanya tak tega apalagi dengan jalanan yang mendaki bukit dan jarak yang tidak dekat. Ahhh, betapa saat itu kucintai dan kusayangi dirimu dengan sepenuh hatiku Betty. Begitu tulusmu dengan segala kebaikanmu. Merasa belum cukup dengan kebaikan yang ia berikan kepadaku -tunggangan- ia merasa berkewajiban memberikan hiburan, mengalir dari mulutnya cerita-cerita mop luar biasa mengocok perutku. Hingga pada saat aku tertawa, jalannya menjadi limbung karena penumpangnya tak tahu diri tertawa seenak udelnya saja....

Suatu siang yang lain pada saat kami pulang sekolah, melewati lagi-lagi bukit yang sama.. Betty mencoba mencari alternatif jalan yang berbeda dengan melewati jalan tikus di sisi lain bukit. Setelah lama berfikir dan mengingat-ingat lagi pesan Ummi "Jangan pernah lewat jalan di belakang Bukit Vy kalo ko sendiri!". Takut rasanya aku bakal mengkhiati janjiku dengan Ummi, tapi aku kan tidak sendiri ada Betty menemaniku. Aku juga bosan melewati jalan yang sama apalagi ketika nanti harus bertemu dengan teman-teman gedungku yang selalu membuat bulir-bulir jernih dari mataku harus keluar... Anggukanku dijadikan komando oleh Betty untuk melangkahkan kakinya. Dia yang menjadi ketua ekspedisi ini. Ohh, astaga setelah mulai menaiki bukit itu, aku tahu kenapa Ummi sangat melarangku melewatinya. Ini bukan jalan tikus, ini jalan ular. Pasti akan ada banyak ular yang melewatinya, rumput-rumput segar yang tingginya melewati tubuh kecilku, dan jalannya licin dipenuhi dengan lumpur. Aku ketakutan, takut luar biasa! Rasanya ingin pipis di celana saja. Aku memegang erat bagian belakang lengannya, seperti orang sedang meremas ampas kelapa untuk diambil santannya. Mataku memerah karena rasanya bulir-bulir itu tak tertahankan, keringat mengucur deras bak butir-butir air yang keluar dari es yang dicampurkan air.

"Ko jangan takut Evy!"
Sambil menatap mataku, menguatkan perasaanku. Seperti pada saat seorang pelatih memberikan semangat kepada anak didiknya agar berhasil di dalam pertandingannya. Benar, dia berhasil membuat ketakutanku sedikit berkurang. Tapi kembali membuncah saat kulihat sisi kananku, ahhh dalam sekali jurang itu. Pasti kita akan meninggal seketika kalau jatuh di dalamnya bukan karena hanya jatuh tapi tubuhku akan digerogoti seenaknya oleh makhluk-makhluk aneh. Sisi kiriku tak kalah mengerikan, bukit tinggi dengan batu-batu besar di atasnya. Tak dapat kutahan ketakutanku bagaimana tiba-tiba terjadi longsor dan batu-batu itu menimpaku, otakku akan berserakan dan semua bunga-bunga hidup yang kutanam hancur berantakan. Jauh lebih deras keringatku bercucuran, tangaku yang dapat kurasakan seperti es. Betty rasakan itu.

"Wee ko jangn takut begitu, Evy ko tau kah sa pu tempat rahasia disini katong bisa liat semua pemandangan...Su dekat tu di depan"
Lagi sambil menatap mataku, jauh lebih dalam dia selami dan mengambil gundah itu dan membuangnya jatuh ke dalam jurang. Lagi dia berhasil, jauh lebih berhasil dari usaha pertamanya. Ketika sampai di tempat rahasianya -aku baru tahu ini bukan pertama kalinya dia lewat jalan ini- Fantastik! Cantik! Semua dapat kulihat dari atas sini, pelabuhan kota jayapura, pantai BASE G, lautan terpapar indah, hijaunya pulau dan daratan Papua tercinta. Hanya satu pulau yang aku ketahui namanya itupun karena Betty dan teman-temanku yang lain memberitahuku "Pulau Babi" entah kenapa disebut begitu. Entahlah, tapi pulau itu yang memang paling bersinar di malam hari dibandingkan yang lainnya, ada salib besar yang menjulang naik dari tengah pulaunya, kalau malah hari lampunya berkedip-kedip cantik -aku tak tahu sekarang apa masih seperti itu- Pulau-pulau yang ada di hamparan laut indah ini seperti tahi lalat yang menambah cantiknya muka seseorang. Luar biasa!

"Bagus Toh"
Betty menyenggol tubuhku dan tersenyum. Cantik sekali dengan senyum manisnya itu. Ehmm wahai engaku wujud pertama yang mengenalkan aku pada tempat indah ini cintaku tak terhingga padamu.

"Ini Vy, ko coba!"
Betty memberikan buah kecil berbentuk torpedo berwarna hijau, buah panjang seperti pensil namun lentur berwarna hijau dengan bintil binti disekujur tubuhnya dan serbuk putih dalam bungkusan kecil kertas putih yang dilipat. Aku kenal ini, bukankah itu adalah buah pinang, sirih dan kapur sirih, satu set perlengkapan memakan pinang. Apalagi yang ingin dia kenalkan padaku. Apakah dia ingin aku coba memakannya. Perasaan campur aduk, sudah sejak lama aku ingin mencicipinya. Tapi ada rasa takut karena beberapa orang bilang rasanya pahit sekali. Takutku tak sebanding dengan rasa penasaranku. Aku mencoba dengan tuntunan dari dia, mulai cara mengupas buah pinang dan mulai menggigitnya. Orang-orang itu tidak bohong, rasanya memang pahit, malah sangat pahit. Aku ingin segera memuntahkannya, tapi matanya menatapku dengan tajam seakan menyuruhku untuk tidak melakukannya. Aku turuti permintaannya, aku berusaha menahan rasa pahit itu. Dia membalur buah sirih itu dengan kapur sirih kemudian menmberikan kepadaku untuk dimakan. Aku ikuti kemauannya. Ada rasa panas, aneh, pahit, sepat bercampur dalam mulutku. Tetapi setelah lama ku kunyah rasanya jauh lebih baik, malah menurutku enak. Dia mengajarakan untuk membuang air sisa kunyahan jika sudah menumpuk dalam mulut. Ku ikuti semua caranya.... Kami saling bertatapan, kemudian tertawa terbahak-bahak bersama. Tawa semakin jadi hingga perutku sakit ketika melihat giginya yang merah akibat pinang begitupun sebaliknya dia tertawa terbahak-bahak menahan perutnya. DIA CANTIK! Setelah praktek belajar mengajar di bukit itu, aku semakin ketagihan untuk memakan pinang. Tak rutin tapi sering dia sering membawakan pinang khusus untukku.

Ahhh, begitu banyak yang engkau berikan padaku Betty! Beribu Cinta dan Sayangku untukmu! Terimakasih sudah memperkenalkan banyak tentang PAPUA dan menjadi sebagian bunga-bunga hidup yang akan kuceritakan pada anak dan cucuku kelak...