Monday, June 02, 2008

Di Angkutan Umum Itu...

Uhhhmp... akhirnya BACK TO THE CITY, Kembali dapat merasakan betapa nikmatnya ber-internet ria, menjelajahi dunia dan kembali bisa berinteraksi dengan kawan-kawan yang nun jauh di sana.

Yang ada untuk mengisi blog ini -yang jarang sekali di update, hanya pada saat aku mendapatkan jaringan internet- adalah tetap cerita keseharian ku di pelosok desa di Kabupaten Jeneponto. Cerita yang setiap harinya berbeda dan menarik. Cerita yang kadang kukemas menjadi oleh-oleh indah untuk Ummi dan Abah, yang membuat Ummi dan Abah tersenyum indah. Sepertinya bukan karena cerita ku, tapi karena caraku beradaptasi terhadap lingkungan baru yang sama sekali berbeda dari kehidupan-kehidupanku sebelumnya. Tapi itu bisa membuat ku bangga pada diriku sendiri, bertambah lagi momen-momen pembuktian diriku pada orang tua kalau anak semata wayang pun bisa menjadi mandiri.

Pekan ini cukup menyenangkan buatku, sekali lagi kudapatkan pengalaman-pengalaman istimewa dari perjalananku. Di pagi itu, masih dengan ojek langganan menuju ke perhentian angkutan umum di jalan poros kabupaten. Cerah sekali, dengan pemandangan khas pedesaan, orang-orang menuju ke ladang, bukan lagi menanam atau memanen padi -karena musimnya sudah lewat- tetapi untuk mengisi ladang mereka dengan memanen jagung di musim kedua ini. Asyik sekali memandangi keserasian alam pagi ini, embun pagi di ilalang yang hijau segar, anak-anak gembala tertawa riang bersama kuda dan kerbau mereka serta senandung indah -lagu mangkasara- dari mulut tukang ojekku... Lengkap sudah pagi ini. INDAH.

Sesampai di perhentian angkutan umum, tak lama aku harus menunggu. Tidak jika matahari akan tenggelam -aku bisa menunggu hampir sejam-, angkutan umum di setiap pagi tak sulit karena akomodasi utama yang digunakan pedagang yang menuju pasar besar Kota Jeneponto di daerah ibukota kabupaten.

Humphhh, angkutan umum yang kunaiki pagi ini luar biasa sesaknya dan aroma yang bercampur aduk. Lengkap macam-macam pedagang di dalamnya. Pedagang sayuran, pedagang beras dan pedagang ikan. Pedagang ikan itu tepat di depanku, dengan tiga keranjang penuh ikan basahnya. Syukurnya aku terlatih untuk mencium bau amis itu sejak kuliah dulu serta cara mengatasi agar tak membuat mual.. Kalau tidak mungkin semua sarapanku pagi ini akan kumuntahkan keluar. Percakapan menarik terjadi diantara pedagang-pedagang itu, mulai dari persoalan pribadi, kenaikan BBM, harga bahan-bahan pokok di pasar serta kompetisi pencarian bintang dangdut baru KDI. Emosi dan kepolosan bercerita serta penggunaan bahasa mangkasara –yang kadang-kadang terlalu kasar kedengarannya- membuat ekspresi mereka ISTIMEWA buatku.

Tiba-tiba Ibu pedagang ikan menegur dan menanyakan tempat tinggal ku, saatnya kupergunakan bahasa mangkasaraku yang masih dalam taraf belajar ini. Percakapan selanjutnya adalah tentang silsilah keluarga –salah satu kebiasaan orang makassar yang mungkin di beberapa daerah lain juga seperti itu, alasan utamanya yaitu untuk mengetahui apakah termasuk anggota keluarga atau tidak- akhirnya membawa percakapn jadi “nyambung banget”. Ternyata walau hubungan kekerabatan yang sudah sangat jauh, tapi bagi orang-orang di daerahku “berarti” sekali. Sesaat sebelum aku sampai di tempat perhentianku –menuju kantor- Ibu pedagang ikan mengambil kantong plastik ukuran besar dan memenuhinya dengan ikan segera diberikannya kepadaku. RAMAH SEKALI. Tapi masalahnya adalah aku sedang dalam perjalanan menuju kantor dan bukan perjalanan pulang dari kantor. Jadilah hari itu aku membawa sekantong ikan ke kantor sampai jam pulang. Hehe pengalaman luar biasa lagi kudapatkan dan menjadi koleksi bunga-bunga hidupku.